Jumat, 15 Desember 2017

         Cerpen ini adalah salah satu karangan saya yang sudah lama dibuat. Cerpen ini dibuat saat saya masih duduk di bangku SMP kelas 8 sekitar tahun 2012. Baru sempat dipost karena selama ini filenya sempat hilang dan akhirnya ketemu. Maaf jika cerpennya kurang menarik, karena pada saat itu masih dalam proses belajar dan isi ceritanya juga memuat tentang cerita persahabatan anak – anak SMP dan waktu itu memang fokus untuk membuat cerpen bertemakan kehidupan anak – anak dan remaja. Selamat membaca, semoga dapat mengambil pelajaran dalam cerpen ini. :)

Sahabat Terbaik

           Dengan hati riang, Vera memandangi sebuah foto yang baru saja ia pajang di dinding kamar  tepat di samping foto keluarganya. Foto itu berisi gambar Vera dan Lisa sedang bergaya bak artis. Tiba-tiba, Vera terkejut mendengar suara teriakan ibunya yang hendak memberi tahu bahwa Lisa datang.
          “Vera…Ada Lisa! Ayo keluar, ditungguin tuh!” Teriak Ibu Vera
          “Iya Bu!” kata Vera kemudian bergegas membuka pintu dan berlari menemui            Lisa        
           “Eh Lisa. Ada apa nih?” kata Vera sasampainya di ruang tamu
           “Aku ke sini mau pinjam buku paket matematika kamu. Boleh tidak?”
           “Oh, tentu saja boleh. Hmmm… gimana kalau kita belajar bareng?”
          “Ide bagus!”
           “Kalau begitu tunggu  apa lagi? Yuk, kita ke kamarku! Kebetulan Ibuku baru.             saja.  buat  pudding.” Tambah Vera
          “Yuuuk…”

          Vera dan Lisa telah bersahabat sejak mereka berkenalan saat mengikuti sebuah lomba. Mereka berdua adalah anak yang pandai. Mereka cukup berprestasi di sekolah masing-masing. Lisa adalah anak yang berasal dari keluarga yang hidupnya kurang mampu. Ibu dan bapaknya hanya bekerja sebagai pekerja ladang yang kebetulan milik orang tua Vera. Sebaliknya, Vera adalah anak yang hidupnya serba berkecukupan. Namun, ia bukanlah anak yang sombong, malahan ia suka menolong teman-temannya yang kesusahan. Seperti Lisa dan teman-teman yang lain.
          Keesokan harinya, Vera berangkat ke sekolah. “Ah…Hampir telat sedikit!” ujar vera sesampainya di kelas. Kemudian datang Ibu Ila wali kelas Vera.  “Selamat pagi anak-anak!” sapa Ibu Ila.  “Pagi Bu!” serentak murid-murid menjawab dengan riang. “Anak-anak, ada berita bagus untuk kalian.” Semua anak berbisik dan bertanya-tanya. “Ada apa yah?” Tanya Rina berbisik. Vera hanya menggelengkan kepala tanda ia juga tidak tahu. “Begini, sebentar lagi kan hari Sumpah Pemuda. Untuk memperingatinya Dinas Pendidikan setempat akan mengadakan berbagai lomba yang bertemakan tentang “Perjuangan Pemuda”. Lomba-lombanya antara lain, cerdas cermat, membaca puisi, mendongeng, seni tari, dan olimpiade matematika.” Jelas Ibu Ila panjang lebar. “Jadi dimohon kesadiannya untuk Rina mengikuti lomba membaca puisi dan Vera mengikuti olimpiade matematika! Yang lainnya, ikut cerdas cermat ya, digabung dengan kelas lain. Semua anak sangat antusias mendengar keterangan Ibu Ila. “Bagaimana, kalian siap?” tambah Ibu Ila. “Siap Bu!” . “Makanya, kalian harus lebih rajin belajar!”  “Baik Bu!”
       Singkat cerita, sepulang sekolah Vera tak sengaja ketemu Lisa di jalan. Ia pun mengajak Lisa untuk ikut dengannya. “Pak, berhenti!” pinta Vera kepada Pak Samad supir pribadi keluarganya. Pak Samad memberhentikan mobil, Vera kemudian membuka pintu dan memanggil Lisa.
        “Lisa..!” teriak vera
        “Eh, Vera!”
        “Ayo naik! aku anterin pulang!” ajak Vera
        “Nggak usah Ver! Nggak usah repot-repot.”
      “Sudah, naik saja! Sekalian kita ngerumpi.” Bujuk Vera
      “Ya sudalah. Terima kasih sebelumnya!” kata Lisa kemudian masuk ke dalam.         mobil.
       Di perjalanan, Vera menceritakan tentang yang dibahas Ibu Ila di sekolah tadi.
     “By the way, sebentar lagi aku akan diikutkan dalam olimpiade matematika                lho.” Kata Vera memulai cerita.
    “Benarkah?”
    “Iya”
    “Eh kabetulan nih, aku juga bakalan diikutkan dalam lomba tersebut.” Ujar Lisa
    “Wah, kamu sih pantas saja ikut dalam lomba itu, soalnya kamu memang jago matematika.” Ucap Vera
   “Ah, kamu bisa aja! Eh, tapi kita bakalan bersaing di lomba nanti.” Kata Lisa
   “Dan…Kamu adalah lawan terberat aku!” sambung Vera
   “Kamu bisa aja Ver!”
   “Aku senang banget lho, bisa ikut lomba ini. Karena hadiahnya yang lumayan banyak, dan andai saja kalau aku bisa menang di lomba nanti, aku bisa memberi hadiah itu buat emak, buat modal jualan.” Kata Lisa menerangkan
    “Mudah-mudahan saja Lis!” tambah Vera
    “Oh iya, turunin aku di sini saja! Soalnya aku pangen singgah di rumah Pamanku.” Ujar Lisa
    “Oh iya-iya. Berhenti Pak!”
    “Terima kasih yah Ver!” seru Lisa.
Vera hanya mengangguk dan tersenyum.
    “Aku duluan yah Ver! Mari Pak Samad!” ujar Lisa
    “Iya Neng!” sahut Pak Samad
     Tiba di rumah Vera langsung mengerjakan aktivitasnya seperti biasa, setelah makan ia beristirahat sejenak, kemudian belajar dan setelah itu ia akan mengikuti les music.
       Berbeda lagi dengan Lisa, ia menceritakan bahwa ia akan diikutkan dalam olimpiade matematika kepada emaknya.
       “Mak, saya teh ikutan olimpiade matematika.” Kata Lisa kepada emaknya sambil memetik daun singkong, membantu emaknya memasak di dapur.
       “Wah, bagus-bagus. Kalau begitu kamu teh belajar yang baik, biar bisa menang!” ujar emak Lisa dengan sedikit logat Sundanya.
       “Iya Mak. Hadiahnya teh lumayan banyak atu Mak. Biar ntar kalau Lisa menang, bisa buat modal Mak jualan lagi di pasar.”
      “Kalau begitu, sok atu, belajar sana!” pinta Emak Lisa
      “Tapi Mak, inikan belum selesai.”
       “Sudah. Kamu belajar wae!”
       “Iya deh Mak!” kata Lisa turut kepada emaknya.
       Hari demi hari berlalu, Vera dan Lisa sudah jarang bertemu. Sekedar ngobrol, main, dan jalan seperti yang rutin mereka lakukan bersama. Itu karena  jadwal belajar mereka cukup padat.
       Singkat cerita, akhirnya hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Gedung Kesenian telah dipadati oleh peserta lomba. Tampak Vera yang terlihat menenangkan Rina yang sedikit gugup dan berusaha menenangkannya.
“Rin, kamu kenapa?” Tanya Vera
“Aku gugup banget nih Ver.” Jawab Rina menghela nafas.
“Aduh, nggak segitunya kali, Rin. Aku juga gugup, tapi aku berusaha untuk tenang dan tetap berdoa.” Ujar Vera sedikit memberi saran.
“Benar juga yah Ver. Thank’s ya Ver, aku sudah mulai tenang nih!”
“Biasa aja Rin!”
Tak sengaja Vera melihat Lisa yang baru saja datang. Vera lalu menghampiri Lisa.  “Lisa!”
 “Eh, Vera!”
“Kamu baru datang yah?” Tanya Vera.
“Iya nih. Eh, lombanya belum dimulai kan?” “Belum. Kata panitianya sih, lima menit lagi.”
“Huuuf…Aku pikir aku sudah telat.”
“Kelihatannya kamu flu deh, Lis.” Ujar Vera.
“Iya nih, belakangan ini aku sering gerimisan. Pulang balik minjem buku di rumah teman.” Jelasnya.
“Lho, kok tumben nggak pinjem buku aku?”
 “Aku mau pinjem di kamu, tapi takutnya kamu juga mau pake!”
“Diharapkan untuk peserta lomba olimpiade matematika untuk segera memasuki Aula! Lomba akan segera dimulai.”  Kata salah seorang panitia.
“Eh, ayo cepat kita ke Aula!”
Akhirnya Vera dan Lisa berlari masuk ke Aula Gedung Kesenian. Vera dan Lisa tampak saling menyemangati. Lomba pun berlangsung. Vera mengerjakan soal-soal yang rumit itu dengan lancar dan baik. Begitupun dangan Lisa, walaupun sesekali batuk karena kondisinya yang kurang baik. Itu karena mereka rajin belajar. Bagi kebanyakan siswa menganggap bahwa matematika adalah pelajaran yang sangat menakutkan dan menganggap guru matematika adalah musuh bebuyutan mereka. Namun bagi Vera dan Lisa, matematika adalah pelajaran yang sangat mengasyikkan dan menjadi favorit mereka.
“Ah, akhirnya selesai juga!” ujar Vera seraya membawa kertas jawabannya ke panitia.
         “Tetap semangat yah Lis!” kata Vera menyemangati Lisa
         Lisa tersenyum dan berusaha untuk tetap tenang.
         Tidak lama kemudian, panitia lomba menghimbau para peserta untuk segera mengumpulkan kertas jawaban masing-masing karena waktu lomba telah habis. Lisa pun segera menyetor kertas jawabannya.
          “Aduh, hampir saja telat. Duh…Badanku udah nggak enak nih Ver.” Kata Lisa
          “Kalau begitu, ayo ke situ! Aku olesin kening kamu dengan minyak angin biar agak mendingan!” ajak Vera ke sebuah ruangan dekat aula.
“Nih, diminum airnya! Biar agak mendingan!” kata Vera seraya menyodorkan sebotol air mineral.
          “Terima kasih!”
“Oh iya Ver, sepertimya aku nggak bakalan menang deh di lomba ini.” Ujar Lisa tampak putus asa.
         “Eh, jangan ngomong gitu Lis! Belum tentu. Emangnya kenapa?”
         “Karena, di soal-soal terakhir aku kurang konsentrasi.”
         “Jangan begitu, kita harus tetap berdoa saja!”
         “Iya juga yah, aku ikhlas kok kalau aku nggak menang.”
         Pengumuman hasil lomba olimpiade matematika akan segera diumumkan. Vera mengajak Lisa untuk mendengar pengumuman tersebut. Panitia lomba kemudian mengumumkan hasil lomba.
        “Berdasarkan nilai tertinggi, kami sudah mempunyai tiga pemenang. Yaitu… “ jelas salah seorang panitia.
“Langsung saja, ini dia juara ketiga untuk olimpiade matematika ini adalah…Ade pratiwi dari SMP Tunas Harapan.”
       “Juara kedua adalah…Ardina dari SMP Cendrawasih.”
       “Dan inilah dia juara pertama adalah…Alvera dari SMP  Tunas Bangsa.”
       “Selamat untuk para pemenang!”
        Semua yang ada di Gedung Kesenian memberi tepuk tangan yang meriah. Vera tampak senang sekali. Lisa merangkul Vera dan berusaha ikhlas dan menenangkan diri.
        “Bagi para pemenang dipersilahkan naik ke panggung!”
        “Vera, silahkan memberi sedikit kata sambutan!” pinta salah seorang panitia.
        “Baik. Assalamualaikum wr.wb.! Atas kemenangan ini, saya ucapkan Alhamdulillah syukur kepada Allah yang Maha Kuasa. Dan terima kasih untuk orang tua, guru-guru, serta teman-teman saya yang selalu mendukung saya. Dan khususnya buat sahabat saya Lisa, yang telah membuat saya menyukai matematika. Karenamu aku menang, dan kamu juga adalah pemenang yang sebenarnya!”
        Lisa tampak terharu meneteskan air mata, mendengar perkataan Vera barusan. Vera turun dari panggung dan langsung menemui ayah dan ibunya yang kebetulan baru saja tiba. Kemudian ia kembali menemui Lisa. Mereka berangkulan dan meneteskan air mata bahagia.
        “Selamat yah Ver!”
        “Iya, terima kasih!”
“Lis, kamu jangan berkecil hati yah! Mungkin sekarang bukan waktu yang tepat untuk  kamu menang. Tapi tetap saja, bagiku kamu adalah pemenang yang sebenarnya!”
         “Terima kasih juga sudah membuatku menyukai matematika!” tambahnya
Lisa mengangguk dan mengusap air matanya.
        “Oh iya, aku mau memberi semua hadiahku ini untukmu!”
         “Jangan Ver, itu hak kamu. Yang menangkan, kamu!” Ucap Lisa menolak
         “Sudah terima saja! Kamu yang lebih membutuhkan ini semua.”
         “Diterima yah Lis!” tambah Vera
         “Terima kasih banyak yah Ver. Kamu memang sahabat terbaikku!”
         “Kamu juga Lis! Sebagai sahabat kita memang harus saling tolong menolong!”
         Vera dan Lisa kembali berangkul dengan bahagia. Sambil mengatakan “Jangan pernah lupakan aku sampai kapanpun yah!”
         Sampai saat mereka dewasa, persahabatan mereka masih awet. Walaupun kadang ada sedikit masalah, namun mereka selalu menghadapinya bersama.
                                                       
                                                                                           
Polewali, 2 November 2012  
Melinda Dwi Hartati                                                                                  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar